PEDOMAN-ONLINE.ID, Padang – Polda Sumatera Barat mulai menyelidiki kasus tewasnya 23 pendaki dalam letusan Gunung Marapi, Minggu (3/12/2023). Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat (Sumbar) diduga lalai sehingga 75 pendaki menjadi korban letusan Gunung Marapi.
Kombes Pol Dwi Sulistyawan, Kabid Humas Polda Sumbar, mengonfirmasi adaya penyelidikan ini. BKSDA Sumbar sebagai pengelola Taman Wisata Alam Gunung Marapi dinilai tidak menerapkan SOP sehingga 23 pendaki tewas. Salah satunya adalah anggota polisi.
“Kita minta keterangan terkait seperti SOP serta hal-hal lain yang berkaitan dengan dugaan kelalaian itu. Nanti baru kita ketahui apakah ada unsur pidana kelalaian atau tidak,” jelas Dwi seperti dikutip kompas, Senin (11/12/2023).
Dugaan kelalaian ini mencuat karena diduga BKSDA Sumbar tidak mematuhi imbauan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait status Gunung Marapi yang berada di level II Waspada.
PVMBG telah mengeluarkan imbauan agar warga menjauh dari radius 3 kilometer dari kawah gunung. Namun kenyataan, banyak korban meninggal ditemukan di dekat kawah Gunung Marapi.
SOP Tidak Sesuai Standar PVMBG
Adel Wahidi dari Ombudsman Perwakilan Sumbar menilai bahwa Standar Operasional Prosedur (SOP) Pendakian TWA Gunung Marapi yang disusun oleh BKSDA tidak sesuai dengan standar PVMBG.
“Harusnya dalam SOP, masyarakat sekitar tidak boleh berada dalam radius 3 kilometer dari kawah Gunung Marapi. Justru SOP yang disusun BKSDA hanya melarang orang berkemah disekitar puncak, bukan dilarang mendekat, tapi dilarang berkemah,” ujar Adel Wahidi.
Ombudsman berencana melakukan investigasi ke lapangan untuk memastikan potensi maladministrasi, termasuk pemanggilan atau pemeriksaan terhadap BKSDA Sumbar.
Adel Wahidi menekankan pentingnya verifikasi penerapan SOP sebelum pendaki mendaki Gunung Marapi, termasuk pemeriksaan perlengkapan keamanan.
Dalam tanggapannya, Pelaksana Harian Kepala BKSDA Sumbar, Dian Indriati, membela keputusan membuka jalur pendakian. Dian menyatakan bahwa pendakian dibuka setelah mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Menurut Dian, BKSDA Sumbar juga telah memiliki prosedur pendakian dengan batasan-batasan tertentu. “Misal melakukan pendakian pada siang hari, tidak boleh mendekati kawah, minimal dalam melakukan pendakian berjumlah 3 orang dan sebagainya,” jelas Dian.
Meski demikian, Adel Wahidi tetap skeptis terhadap penerapan SOP oleh BKSDA Sumbar. Adel menegaskan, Ombudsman berkomitmen untuk menginvestigasi potensi maladministrasi tanpa menunggu laporan masyarakat lengkap.
Tragedi letusan Gunung Marapi ini menunjukkan kompleksitas pengelolaan kawasan wisata alam dan perlunya peningkatan pengawasan serta kepatuhan terhadap protokol keamanan yang telah ditetapkan.
Polda Sumbar dan Ombudsman berjanji untuk mengungkap kebenaran dan menentukan tanggung jawab dalam tragedi ini melalui proses penyelidikan yang mendalam. (denni)
Discussion about this post