Survei: Pemasangan Alat Peraga Politik di Area Publik Ganggu Estetika dan Tak Efektif

PEDOMAN-ONLINE.ID – Pemasangan alat peraga politik, seperti baliho, di area publik dianggap mengganggu estetika dan tidak efektif dalam menyampaikan pesan komunikasi kepada konstituen.

Menurut Content Creator dan Founder Malaka Project, Ferry Irwandi, segregasi informasi politik di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung terlihat kurang efektif dan masih sangat miskin.

Pendapat ini sejalan dengan hasil survei Praxis PR yang melibatkan mahasiswa, dimana hanya 21,08 persen responden masih mengandalkan iklan luar ruang (Out of Home/OOH), seperti baliho, sebagai sumber informasi politik.

Survei Praxis PR dilakukan dengan dua metodologi, kuantitatif dan kualitatif, melibatkan 1.001 mahasiswa dengan rentang usia 16-25 tahun di 34 provinsi Indonesia.

Ferry Irwandi menyoroti juga aspek estetika dan pemandangan yang rusak akibat baliho politik dan bendera partai yang terpampang di berbagai tempat. Ia mencatat bahwa baliho politik dari Pemilu 2019 masih terlihat di jalanan, menunjukkan kurangnya kepedulian dari partai politik terkait pemeliharaan lingkungan.

Pemasangan baliho politik juga telah menciptakan kecelakaan di beberapa tempat, seperti insiden di flyover Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, yang melibatkan sepasang suami istri akibat tersangkut bendera partai yang roboh.

Direktur Public Affairs Praxis, Sofyan Herbowo, mengatakan bahwa maraknya iklan OOH menunjukkan stagnasi dalam kaderisasi partai politik. Politisi muda kesulitan mendapatkan posisi pucuk pimpinan, padahal mereka mungkin lebih memahami kondisi saat ini yang telah mengalami pergeseran.

Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Arga Pribadi Imawan, menyatakan bahwa penggunaan baliho politik bersifat teritorial dan memiliki makna simbolik yang penting dalam politik Indonesia saat ini.

Survei Praxis menunjukkan bahwa media massa daring, Instagram, dan televisi merupakan sumber informasi politik yang paling banyak digunakan oleh mahasiswa. Meskipun demikian, media sosial tetap menjadi ruang kontestasi politik dan sumber informasi.